Bawaslu Pacitan Akan Tindak Tegas Ujaran Kebencian Pada Pilkada 2020
2 min readINTIPOS | PACITAN – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, sejumlah cara sering digunakan dalam mencari simpati. Salah satunya penggunaan ujaran kebencian dan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
Bawaslu Pacitan akan memantau hal tersebut dimulai dari penetapan Paslon pada tanggal 23 September, Pengundian Nomor urut di laksanakan tanggal 24 September dan tanggal 26 September hingga 5 Desember 2020 adalah masa kampanye.
Menurut Ketua Bawaslu Pacitan Berty Stevanus HRW mengatakan, Kampanye bermuatan ujaran kebencian dan SARA berpotensi meningkat di Pilkada 2020, Hal ini diakibatkan oleh semakin masifnya penggunaan media sosial untuk berkampanye, utamanya dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
baca juga : Yudi Sumbogo Tegaskan, Dirinya Maju Dalam Pilkada Bukan Sebagai Calon Boneka
“Pilkada 2020 dengan situasi pandemi Covid-19 tentu kita sudah bisa memprediksi kampanye penggunaan media sosial akan lebih ramai, lebih banyak digunakan,”ujar Berty Kepada intipos.com, Kamis (10/09/2020).
Tentu potensi untuk terjadinya kampanye dengan ujaran kebencian juga akan semakin tinggi, Padahal, sebenarnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur larangan kampanye bermuatan ujaran kebencian dan SARA.
“Karena pada Pasal 69 huruf b secara tegas menyebutkan bahwa dalam kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, dan golongan calon kepala daerah dan atau partai politik, Kemudian, Pasal 69 huruf c juga melarang kampanye yang menghasut, memfitnah, dan mengadu domba partai politik, perseorangan, dan atau kelompok masyarakat,”tambahnya.
“Sanksi terhadap perbuatan ini diatur dalam Pasal 187 Ayat (2). Orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan di atas dapat dipidana penjara paling singkat 3 bulan atau paling lama 18 bulan dan atau denda paling sedikit Rp 600.000 dan paling banyak Rp 6.000.000,”tegasnya.
Ia berpesan kepada masyarakat dalam melakukan kegiatan Pilkada agar menghindari kegiatan-kegiatan kalimat yang mengandung unsur ujaran kebencian.
“Hal ini penting karena berkaitan dengan tindak pidana pemilihan tergabung dalam Sentra Gakkumdu, dan budaya hukum terhadap penindakan praktik ujaran kebencian dan politisasi sara saat pelaksanaan pilkada,” tandasnya.(tyo)