Ketua Umum AKP21 Menyikapi Terkait Omnibus Law Perpajakan Perlu Sosialisasi Sebelum Diterapkan
2 min readIntipos.com | JAKARTA – Pemerintah sedang menyiapkan penyederhanaan drastis berbagai regulasi, melalui sebuah undang-undang yang mengatur suatu hal besar atau omnibus law. Diantara omnibus law yang sedang disiapkan, adalah menyangkut regulasi perpajakan.
Ketua Umum Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I), Suherman Saleh mengapresiasi omnibus law perpajakan sebagai upaya pemerintah untuk penguatan perekonomian Indonesia. Namun sebelum itu dibahas dan diberlakukan, dia menilai perlu sosialisasi yang memadai, hal tersebut diutarakannya kepada wartawan melalui pesan WhatsApp pada hari Sabtu, (11/07/2020).
“Perubahan tersebut perlu dipahami oleh para stake holder. Khususnya wajib pajak pelaku usaha,” kata Suherman Saleh dalam menyikapi soal omnibus law perpajakan yang sedang dibahas di Dewan.
Menurutnya, dalam menanggapi hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat wajib pajak soal omnibus law perpajakan ini.
Suherman Saleh menjelaskan, perubahan atau penyesuaian beberapa ketentuan RUU omnibus law perpajakan, akan mengubah secara signifikan sejumlah regulasi pajak. Seperti tarif pajak, sistem perpajakan, pengkreditan pajak masukan, sanksi, fasilitas perpajakan dan banyak ketentuan lain.
Berbagai regulasi itu terhimpun dalam 7 UU terkait perpajakan. Yakni UU PPh, UU PPN, UU KUP, UU Kepabeanan, UU Cukai, UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan UU Pemerintah Daerah. Omnibus Law tidak menghilangkan ketentuan-ketentuan pada 7 (tujuh) UU tersebut sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan omnibus law perpajakan.
“Oleh karena itu AKP2I (Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia) secara aktif berperan untuk meningkatkan pemahaman terhadap konsep RUU omnibus law perpajakan yang diinisiasi oleh Pemerintah,” ujar Suherman Saleh
Selain itu, omnibus law perpajakan diharapkan bisa menjadi dasar hukum bagi tiga hal lainnya. Yaitu pertama, menjadi landasan aturan yang memadai untuk menciptakan kesetaraan perlakuan (level playing of field) antara pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri atas transaksi konvensional maupun e-commerce barang dan jasa.
Kedua, mengatasi kebijakan pajak daerah yang tidak sejalan dengan kebijakan fiskal nasional sehingga cenderung menghambat kemudahan berusaha dan berinvestasi. Ketiga, mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak.(Red)