Warga Sungai Udang Keluhkan Kerusakan Pintu Klep, Penghasilan Pertanian Terancam Menurun
2 min readKubu Raya | Intipos.com – Warga Sungai Udang, yang mayoritas berprofesi sebagai petani dan pekebun dari Desa Sungai Kupah dan Desa Sungai Rengas di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, mengeluhkan kondisi pintu klep yang tidak lagi berfungsi.
Pintu klep yang seharusnya berperan penting dalam mengatur aliran air di area pertanian kini rusak parah dan tidak dapat menjalankan fungsinya.
Akibat dari kerusakan ini, lahan pertanian dan perkebunan warga mengalami penurunan hasil panen yang signifikan. Tanaman kelapa yang menjadi salah satu komoditas utama warga turut terdampak, menyebabkan kerugian ekonomi bagi petani dan pekebun setempat.
Seorang petani kelapa dari Desa Sungai Rengas menyampaikan Mochtar.RT. 01/RW.08 Desa Jeruju Besar Sabtu(3/8/2024) ia mengatkakan Kami sangat bergantung pada pintu klep untuk mengatur irigasi lahan kami. Dengan kondisi pintu klep yang rusak, air tidak dapat diatur dengan baik sehingga tanaman kami seringkali kekurangan air saat musim kemarau dan kelebihan air saat musim hujan.Ini sangat mengganggu pertumbuhan tanaman dan hasil panen kami menurun drastis.”Katanya.
Situasi ini memerlukan perhatian serius dari pemerintah daerah dan pihak terkait untuk segera memperbaiki pintu klep yang rusak. Dengan perbaikan yang tepat, diharapkan aliran air dapat kembali normal dan mendukung pertumbuhan tanaman pertanian serta perkebunan warga.”Terangnya
M.Hanafi, Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sungai Rengas, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, mengungkapkan keluhan masyarakat terkait kondisi pintu air di Sungai Udang yang telah bermasalah selama lebih dari 15 tahun.Pintu air tersebut berada di Desa Sungai Rengas dan Sungai Kupah., “Ujarnya.
“Secara geografis, Sungai Udang ini terdiri dari dua desa, dan posisi pintu air yang ada sekarang sangat mempengaruhi masyarakat, terutama di bidang pertanian dan perkebunan,” ujar M. Hanafi.
Ia menjelaskan, pintu air tersebut sangat vital untuk pengairan di wilayah tersebut. Ketika pintu air tidak berfungsi, masyarakat tidak bisa mengendalikan air laut yang masuk, sehingga merugikan banyak pihak. “Dulu banyak orang yang bertani di daerah Sungai Udang ini. Sekarang bisa dibilang tidak ada lagi. Kualitas kelapa dan kopra yang dulu baik, sekarang menurun drastis. Dalam sepuluh tahun terakhir, hanya 10% dari hasil yang biasa kami dapatkan,” jelasnya.
Hanafi juga menyatakan bahwa kondisi ini berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat. Analisis menunjukkan kerugian masyarakat diperkirakan mencapai 3 sampai 4 miliar rupiah per tahun.
“Oleh karena itu, kami berharap pemerintah daerah maupun provinsi dapat meninjau kembali dan melaksanakan pembangunan pintu air di Sungai Udang. Hal ini sangat penting untuk mengembalikan kesejahteraan masyarakat,” tutup M. Hanafi. (Defri)