Ketua SMSI Sumut Paparkan Pembeda Wartawan dan Pemedsos
2 min readINTIPOS | Medan – Ketaatan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berlandaskan UU 40/1999 tentang Pers merupakan indikator utama yang membedakan profesi wartawan atau jurnalis dengan pegiat media sosial (pemedsos).
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumut Ir Zulfikar Tanjung mengemukakan itu pada Diklat Jurnalistik Kader Media DPW Partai Ummat Sumut di Hotel Saka Medan, Minggu (14/11).
Dihadapan puluhan jurnalis kader partai itu dan para fungsionaris diantaranya Ketua DPW Partai Ummat Sumut Ir Heri Batangari Nasution MPsi, Zul mengingatkan jurnalis agar tetap memedomani KEJ itu dan prinsip elemen jurnalisme secara umum.
“Itu lah yang menjadi pembeda jurnalis dengan pegiat media sosial. Perlindungan hukumnya juga berbeda. Jurnalis dilindungi sepenuhnya oleh UU 40 Tahun 1999 dengan mediasi Dewan Pers, sementara pemedsos UU 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” ujarnya.
Zulfikar yang juga anggota Forum Kewaapadaan Dini Masyarakat (FKDM) Sumut mengatakan jurnalis punya tugas berbeda dibanding pegiat medsos. Mulai dari verifikasi informasi hingga keberpihakan pada publik menjadi tanggung jawab yang harus diemban profesi jurnalis.
“Jurnalis terikat dengan kode etik dan elemen jurnalisme. Kalau tidak memegang elemen jurnalisme dan kode etik, sama dengan pegiat medsos,” paparnya pada Diklat yang kepanitiaannya diketuai Dr H Yohny Anwar MM MH dan berlangsung sejak Sabtu (13/11).
Zulfikar memaparkan produk jurnalistik berbeda dengan medsos. Setiap produk jurnalistik wajib beroleh verifikasi dan konfirmasi sebelum tersaji ke hadapan publik.
Masyarakat, tegasnya, membutuhkan informasi yang benar. Karena itu, jurnalis dituntut independen, rutin melakukan cek dan ricek, serta berpihak pada publik atau kepentingan yang lebih besar. “Jadi harus dibedakan profesi kita (jurnalis) dengan pegiat sosial,” tegasnya.
Zul menegaskan adanya kode etik dan undang-undang tentang pers membuat jurnalis akan aman dan terlindungi dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Dalam hal ini dia mengingatkan pers agar juga menguasai beberapa regulasi penting antara lain UU Peradilan Anak, UU ITE, hingga KUHP.
Karena itu, dia meminta jurnalis lebih berhati-hati memproduksi berita. Menurutnya, publik kini sudah sadar posisi berita sehingga jurnalis dituntut lebih profesional bekerja.
“Pastikan semua produk jurnalis kita sudah berpedoman pada kode etik dan elemen jurnalisme,” tegasnya sebab lanjutnya Kode Etik Jurnalistik tersebut merupakan himpunan etika profesi kewartawanan yang akan melindungi wartawan dalam profesinya.
Menurut Redaktur Senior Harian Mimbar Umum ini berita hoax tersebar akibat banyak orang yang yang tidak memahami prinsip kerja jurnalisme. Mereka cenderung mengabaikan kode etik jurnalistik dan cenderung ikut membagikan berita yang belum tentu benar adanya.
Jadi jelas bahwa hal inilah yang membedakan wartawan dengan mereka sehingga wartawan jangan sampai terjebak melakukan tugas jurnalistik dengan mengabaikan kode etik dan prinsip jurnalisme.
Narasumber lainnya pada kegiatan tersebut terdiri kolumnis Rizanul Arifin, jurnalis senior Jallaluddin dan Drs Harun Al Rasyid, wartawan Bambang Riyanto SS MPsi, Pakar Bahasa Dr Roslaini Parnak dan Pakar Hypnowritting Boy Saptari. (01)