15 Desember 2024

Media Berita Online Lugas – Tegas – Terpercaya

Jeweran Gubsu kepada Pelatih Simbol Keakraban dan Persaudaraan

3 min read

Medan || Intipos.com __ Penjeweran yang dilakukan Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi terhadap seorang pelatih biliar Sumut sama sekali bukan bentuk pelecehan, melainkan simbol keakraban dan persaudaraan.

Demikian dinyatakan beberapa tokoh dan aktivis kepada wartawan secara terpisah di Medan, Kamis (30/12) menanggapi kejadian Gubsu menjewer seorang pelatih biliar Sumut saat acara pemberian tali asih kepada para atlet yang meraih medali di PON Papua, Senin (27/12).

Ketua Forum Komunikasi Kaderisasi Generasi Demokrasi (FKKGD) Sumut Borkat Hasibuan mengemukakan penjeweran tersebut merupakan tindakan respon Gubsu terhadap pelatih yang sudah dianggapnya merupakan bagian dari dirinya.

Disebutkannya dalam rangka membangun keolahragaan di Sumut, Gubsu yang mantan Ketua Umum PSSI ini sangat bersemangat, antara lain terindikasi dari komitmennya memberi bantuan tali asih kepada para atlet yang berprestasi.

“Jadi Pak Gubsu mengganggap semua kita di Sumut harus memiliki komitmen yang sama memajukan olahraga itu. Jadi semua dianggap sudah satu kesatuan persaudaraan dan keakraban Sumut. Dalam momen inilah dia spontan bereaksi memberi nasihat dan motivasi kepada pelatih yang dianggapnya sudah merupakan bagian dirinya,” ujar Borkat.

Lagipula catatan perjalanan figur Gubsu Edy Rahmayadi yang sudah merupakan tokoh nasional dan pernah menjadi pimpinan di level nasional kemudian mau turun ke Sumut memberikan pengabdian selaku gubernur, maka beliau sesungguhnya merupakan “ayah” bagi komponen strategis termasuk pelatih PON.

Baca Juga  Sekda Langkat Buka Bimtek KONI 2024: Komitmen Wujudkan Prestasi Olahraga yang Lebih Baik

Jadi jelas lanjut Borkat dalam momen ini penjeweran adalah simbol kedekatan dan keakraban seorang “ayah” yang menasihati dan memotivasi anaknya. Untuk itu hendaklah kejadian ini disikapi secara wajar dan menjadi semangat membangkitkan keolahragaan Sumut.

Di tempat terpisah, Tunggul CE Butar-butar, pemerhati sosial dan mantan aktivis mahasiswa juga mengajak semua pihak mencermati kejadian ini secara proporsional dan substansional karena kejadian ini terkesan terlalu dipaksakan jika untuk dipolitisasi.

“Jeweran adalah simbol. Dalam tradisi timur itu hal yang biasa. Dan biasanya digunakan untuk menegur atau menasihati. Itupun hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki relasi (hubungan dekat) seperti guru terhadap anak didik, orang tua terhadap anak atau . atasan terhadap bawahan,” ujarnya.

Dalam hal ini lanjut Tunggul CE Butar-butar tentunya Gubsu adalah dalam posisi orang tua terhadap anaknya. Pelatih biliar ini dianggap sebagai anak, yang artinya antara Gubsu dengan pelatih pada momen itu dalam posisi keakraban dan persaudaraan.

“Ada yang mengatakan bahwa kejadian ini mempermalukan seseorang dihadapan orang ramai. Padahal yang namanya teguran atau nasihat tidak ada batasan di depan orang ramai atau tidak. Nasihat itu hadir dalam situasi tertentu menyikapi kondisi tertentu juga. Jadi sifatnya situasional,” tuturnya.

Baca Juga  Pj Bupati Langkat Hadiri Rakornas Pengelolaan Sampah 2024: Wujudkan Desa Daur Ulang di Bahorok

Ditambahkannya kondisi yang terjadi dalam pandangannya adalah tindakan spontan dari Gubernur yang lagi menyampaikan pidato di depan orang banyak. “Seandainya tidak di depan orang banyak pun, saya kira Pak Gubernur juga akan berbuat seperti itu. Karena seperti itulah adanya Bapak Gubernur kita,” ujarnya.

Jadi lanjutnya tidak ada yang disembunyikan dari sikap beliau. Dalam arti, beliau tidak munafik. Kalau marah ya marah, kalau menasihati tidak berpura pura. “Ada juga sikap orang, marah tapi dipendam, tersenyum tapi hatinya penuh dengan angkara murka. Saya pribadi tidak menginginkan pemimpin yang seperti ini,” ujarnya.

Menyikapi kejadian ini, dia juga menginginkan agar persoalan ini dapat segera diselesaikan. Namun harus dilihat dari kapasitas pertemuan tersebut. “Artinya pertemuan tersebut adalah pertemuan resmi dan Pak Edy juga dalam kapasitas resmi sebagai Gubernur. Alangkah baiknya persoalan ini diselesaikan secara resmi sesuai dengan aturan yang ada. Apakah antara Gubernur dengan Pelatih atau antara Gubernur dengan organisasinya jika or
ganisasinya juga berkeberatan,” tuturnya.

“Dalam pandangan saya bahwa persoalan ini harus diselesaikan. Ya. Namun untuk persoalan perasaan Pak Gubernur dan perasaan Bang Choki sebaiknya diselesaikan berdua. Maka perlu mediasi,” tambahnya. (Zul)