Gigs Economy di Sumatera Utara : Potensi, Kerentanan Eksploitasi dan Regulasi
3 min readOleh Benhard Keynes
(Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Sumatera Utara)
Gigs Economy, juga dikenal sebagai ekonomi lepas, merupakan sektor ekonomi yang berkembang pesat dalam satu dekade terakhir di mana individu melakukan pekerjaan jangka pendek, sementara atau lepas pada dasar project based. Jenis pekerjaan ini biasanya difasilitasi oleh platform online atau aplikasi seluler yang menghubungkan pekerja dengan pelanggan atau klien yang membutuhkan berbagai layanan.
Gigs Economy telah menjadi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir terkhusus bagi Generasi Z karena kemajuan teknologi, perubahan perilaku konsumen, dan perubahan sikap terhadap pekerjaan konvensional.
Salah satu aspek primadona dari gigs economy adalah fleksibilitas yang ditawarkan baik kepada pekerja maupun pengusaha. Pekerja memiliki kemampuan untuk memilih kapan, dimana, dan seberapa banyak mereka ingin bekerja, memungkinkan mereka untuk seimbang antara kehidupan pribadi dan tanggung jawab profesional mereka.
Fleksibilitas ini sangat menarik bagi individu yang mungkin memiliki komitmen lain seperti sekolah, penitipan anak, atau pekerjaan lain.
Sementara itu pengusaha mendapat manfaat dari gigs economy dengan kemampuan untuk mengatur kembali kekuatan kerja mereka dengan cepat sebagai respons terhadap perubahan permintaan, tanpa komitmen jangka panjang untuk merekrut karyawan penuh waktu.
Potensi gigs economy di Sumatera Utara saat ini dianggap cukup ‘sexy’ karena dari jumlah penduduk Sumatera Utara tahun 2023 sejumlah 15,3 juta jiwa terdapat sebesar 5,2 juta jiwa Generasi Z dimana 3,9 juta jiwa (25% dari jumlah penduduk di Sumatera Utara) Generasi Z tersebut merupakan usia angkatan kerja.
Salah satu potensi gigs economy di Sumatera Utara adalah melalui platform online seperti transportasi online, online shop, marketplace dll.
Melalui platform-platform ini, individu dapat menjadi driver ojek online, delivery service, atau bahkan menjual produk secara online. Dengan cara ini, individu dapat mendapatkan penghasilan tambahan dengan waktu kerja yang fleksibel sesuai dengan kebutuhan mereka.
Selain itu, potensi gigs economy di Sumatera Utara juga melibatkan sektor jasa seperti jasa kebersihan, sektor pariwisata, atau jasa pengiriman barang. Banyak perusahaan atau individu yang membutuhkan jasa-jasa tersebut namun tidak memiliki sumber daya manusia yang memadai. Dengan demikian, para pekerja gig dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menawarkan jasanya dengan harga yang kompetitif.
Potensi gigs economy di Sumatera Utara juga dapat dilihat dari pertumbuhan industri kreatif seperti fotografi, desain grafis, atau seni pertunjukan. Banyak individu yang memiliki bakat dan keahlian di bidang ini namun kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan secara tetap.
Dengan adanya gigs economy, individu dapat menawarkan jasanya secara mandiri dan mendapatkan penghasilan sesuai dengan tarif yang mereka tentukan sendiri.
Meskipun potensi gigs economy di Sumatera Utara sangat menjanjikan, namun masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah persaingan yang semakin ketat di era digital ini. Individu harus mampu memperbarui keterampilan dan pengetahuan mereka untuk tetap relevan dan dapat bersaing di pasar yang terus berubah ini.
Selain itu, pekerja gig juga dihadapkan pada situasi ketidakpastian pendapatan, tidak memiliki asuransi ketenagakerjaan, cuti dan tabungan pensiun. Bahkan pekerja gig juga kerap mendapatkan eksploitasi dalam hal jam bekerja yang berlebihan. Lebih lanjut, pekerja gig juga dikhawatirkan masuk kedalam golongan pengangguran karena belum dilakukan pendataan yang detail oleh pemerintah daerah.
Dalam menghadapi tantangan ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara diharapkan dapat memberikan dukungan yang memadai untuk memfasilitasi perkembangan gigs economy di Sumatera Utara seperti : regulasi dan hukum tenaga kerja, jaminan sosial, pendidikan dan pelatihan, transparansi dan tanggung jawab platform serta inovasi kebijakan.
Secara keseluruhan, perlindungan terhadap pekerja lepas memerlukan pendekatan holistik yang mencakup regulasi, dukungan sosial, pendidikan, dan kerjasama antar semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, platform, dan masyarakat. (01)