Fadly, Harris, Asren, Bahar dan Pusaran Pilkada 2024
4 min readCatatan Ir Zulfikar Tanjung
Medan | Intipos.com – Mungkin muncul pertanyaan, ada apa dengan Fadly, Harris, Asren dan Bahar ? Siapa mereka ? Dan, apa hubungannya dengan pusaran Pilkada 2024 ?
Nah, di sinilah poinnya. Ke empat nama ini, bisa dibilang, paling mencuat. Mereka digadang-gadang banyak pihak agar maju calon kepala daerah pada Pilkada Nopember nanti.
Sebenarnya ada segudang nama yang muncul. Namun kebanyakan hanya dari kalangan politisi, pengusaha, independen dan akademisi. Bisa dibilang minim kalangan birokrat.
Padahal, sebagian masyarakat menginginkan figur birokrat tulen yang masih aktif berkarier di pemerintahan. Khusus untuk calon bupati atau walikota, diharapkan ada dari birokrat aktif Pemprov Sumut.
Birokrat aktif yang sudah mumpuni di pemerintahan, apalagi sudah menduduki jabatan eselon 2 tentu diyakini sudah berpengalaman.
Mereka diharapkan menjadi penyeimbang kinerja dalam pemerintahan kabupaten dan kota yang akan datang, sehingga dinamikan pemerintahan diwarnai kerja berimbang satu sama lain.
Untuk menjawab harapan itu lah maka sejumlah masyarakat berharap ada dari kalangan birokrat maju sebagai cakada kota dan kabupaten. Aspirasi itu pun mereka munculkan ke permukaan.
Empat nama pejabat eselon 2 Pemprovsu ini pun mengudara. Achmad Fadly Dalimunthe SSos MSP, keponakan langsung tokoh nasional legendaris asal Labuhanbatu Alm HA Wahab Dalimunthe SH, diminta sejumlah masyarakat menjadi calon Bupati Labuhanbatu.
Fadly yang kini menjabat Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sumut dinilai berkapasitas tinggi memimpin kabupaten tersebut. Pengalamannya di pemerintahan meniti karier dari bawah hingga pejabat teras tidak diragukan.
Begitu juga Ir Abdul Harris Lubis MSi, kini menjabat Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Utara (Sumut) mendapat dukungan banyak pihak agar mencalonkan diri menjadi calon Walikota Tebingtinggi.
Harris yang pada eranya dikenal sebagai tokoh pemuda bahkan pernah Ketua KNPI Kota Tebingtinggi, diyakini mumpuni memimpin kota lemang tersebut ke depan.
Segudang pengalamannya di pemerintahan antara lain pernah Kepala Dinas PU Bina Marga Sumut, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi, Kadis Perhubungan dan Kadis Ketenagakerjaan Sumut ini menjadi simbol dirinya birokrat berkompeten.
Sedangkan Dr H Asren Nasution MA, kini Kadis Sosial Pemprov Sumut, diminta sejumlah komunitas masyarakat agar maju menjadi calon Bupati Asahan. Mantan Kadis Pendidikan Sumut ini memang saat ini merupakan salah satu birokrat senior di Pemprovsu.
Sejumlah pengalaman dan jabatan purnawirawan kolonel TNI Angkatan Darat yang sudah malang melintang, baik di TNI seperti Kapendam I/BB dan pernah di Kostrad TNI maupun di pemerintahan membuat masyarakat yakin beliau mampu membangun Asahan.
Hampir 13 tahun sejak alih tugas menjadi aparatur sipil negara (ASN) sudah 10 kali Asren Nasution dilantik oleh gubernur menduduki sejumlah jabatan eselon 2 Pemprovsu antara lain Kadis Kominfo Sumut, Kakan Satpol PP, Kepala BPBD Sumut dan lainnya.
Sementara H Baharuddin Siagian SH MSi, kini Kadispora Provinsi Sumut diminta masyarakat maju menjadi calon Bupati Batubara. Pengalaman tokoh birokrat berkompetensi tinggi ini juga diyakini mampu memajukan kabupaten tersebut.
Pengalaman Baharuddin di pemerintahan, antara lain pernah Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut dan Kadis Ketenagakerjaan Pemprov ini membuat namanya santer di bursa Pilkada Kabupaten Batubara. Dia juga dikenal piawai di organisasi kemasyarakatan.
(Pusaran)
Pusaran Pilkada 2024 kabupaten kota ini membetot perhatian publik karena nama-nama yang diharapkan muncul dari kalangan birokrat tulen aktif Pemprovsu tampaknya belum menunjukkan sikap serius untuk maju.
Dari 4 nama yang disebut tadi, hanya Baharuddin Siagian yang diberitakan media massa sudah mendaftar ke salah satu parpol. Dikutip dari media online zulnas.com nama beliau merupakan salah satu dari 7 calon bupati dari partai itu.
Secara teknis, kesiapan Bahar memang belum terlihat. Namun banyak masyarakat memang sudah lama mengharapkan kesediaan beliau. Sejak Pilkada 2018 yang lalu, dan kini jika beliau sungguh-sungguh tampil akan menjadi surprise setidaknya itulah yang direkam dari keinginan masyarakat, tapi apakah Bahar serius ? Masih menjadi tanda tanya besar.
Sedangkan tiga nama lainnya yang disebut tadi belum bersikap dan tampaknya juga tidak ada tanda-tanda maju, baik Fadly mau pun Asren, bahkan Harris secara halus sudah menyatakan permohonan maaf tidak bisa memenuhi permintaan masyarakat tersebut.
Hanya saja ketiganya menyatakan terima kasih dan apresiasi atas permintaan itu. Mereka merespon positip dan berterima kasih adanya dukungan beberapa pihak agar mencalonkan diri menjadi calon bupati atau walikota. Namun mereka mengaku masih komit mengabdi di Pemerintah Provinsi Sumut.
Timbul pertanyaan, apakah benar mereka benar-benar kurang berminat ikut Pilkada ? Benarkah karena mereka benar-benar hanya ingin mengabdi di Pemprov Sumut ? Bukan kah menjadi kepala daerah sesungguhnya merupakan pengabdian konkrit dan cita-cita para birokrat ? Sulit menjawabnya.
Jadi ini suatu fenomena yang sangat menarik untuk dibahas. Apalagi sesungguhnya para birokrat sangat menghargai, mengapresiasi dan berterima kasih atas adanya dukungan tersebut.
(Mundur dari ASN)
Tentang harapan sejumlah masyarakat agar pada Pilkada nanti tampil tokoh mumpuni yang benar-benar birokrat tulen dari unsur pemerintahan maka para birokrat juga sependapat dan mereka menegaskan keinginan untuk membangun kabupaten atau kota sangat besar.
Namun untuk menjadi calon kepala daerah memang banyak pertimbangan yang harus mendukung. Mereka mengakui untuk menjadi kepala daerah saat ini sepertinya memerlukan ‘cost’ (biaya) yang cukup besar. Ini yang menjadi salah satu pertimbangan sekaligus pertanyaan yang harus mereka pelajari.
Artinya dapat dipahami bahwa kalau bicara kemauan membangun kabupaten atau kota maka para birokrat sangat menginginkan dan mereka mengetahui caranya. Namun untuk menjadi calon KDH realita politik memerlukan mereka mempertimbangkan secara objektif.
Selain ‘cost’, pertimbangan utama lainnya adalah peraturan yang mengharus birokrat mundur dari statusnya selaku aparatur sipil negara (ASN) jika maju di Pilkada sehingga mereka memang harus betul-betul memperhitungkannya secara matang. Hal ini berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Tahun 2020.
Peraturan ini memang kayaknya memberatkan kalangan birokrat aktif. Ini sudah lama menjadi wacana direvisi. Tahun 2019 lalu, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Kementerian Dalam Negeri Budi Santosa sudah menyatakan salah satu alasan mengapa usulan tersebut akan didorong untuk dibahas adalah relatif rendahnya kualitas calon kepala daerah yang turut berkontestasi selama beberapa tahun terakhir.
Pada sisi lain, sejumlah ASN maupun anggota TNI/Polri hingga anggota parlemen yang dinilai memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam pemerintahan cenderung tidak mau mengikuti kontestasi tersebut. Syarat untuk mengundurkan diri menjadi penyebab terbesar karena memang tidak ada jaminan pasti menang dalam pertarungan politik memerebutkan kursi kepala daerah. (Penulis Wartawan Senior PWI)