Ekonomi Syariah Jadi Katalis Pemulihan Ekonomi Nasional Pasca Pandemi
5 min readINTIPOS | JAKARTA – Ekonomi syariah berpotensi menjadi pendekatan alternatif dan motor baru untuk mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19 karena memiliki keunggulan-keunggulan yang berakar pada prinsip Syariah, yakni relatif stabil, aman, dan resilient.
Untuk memaksimalkan potensi tersebut, kolaborasi dan berbagai kebijakan inovatif harus dilakukan oleh berbagai pihak dan pemangku kebijakan.
Potensi ekonomi syariah sebagai motor baru bagi pertumbuhan ekonomi nasional terlihat dari daya tahan industri keuangan syariah sepanjang pandemi pada tahun 2020.
Meski di tengah pandemi yang telah mengakbatkan stagnasi kegiatan ekonomi yang memicu kesulitan moneter yang terjadi sepanjang tahun lalu, industri keuangan syariah dapat tumbuh hingga melampaui capaian industri keuangan konvensional.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang 2020 pertumbuhan aset industri keuangan syariah mencapai 21,48 persen menjadi Rp1.770,32 triliun.
Jumlah ini mencakup aset yang dimiliki industri perbankan syariah sebesar Rp593,35 triliun, pasar modal syariah Rp1.063,81 triliun, dan IKNB syariah Rp113,16 triliun.
Pertumbuhan positif di sektor industri perbankan syariah juga terjadi sepanjang 2020. Hingga akhir tahun lalu, pembiayaan Bank Umum Syariah di Indonesia tumbuh 9,5 persen secara tahunan (year-on-year), jauh di atas pertumbuhan pembiayaan industri perbankan nasional di level -2,41 persen.
Pertumbuhan ini ditopang ketahanan yang cukup baik dengan rasio CAR sebesar 21,59 persen, NPF Gross 3,13 persen, dan FDR 76,35 persen.
“Indikator-indikator ini memberikan kepercayaan bahwa kita akan lebih bagus di 2021.
Kami juga menyambut baik bahwa di Islamic Finance Development Report 2020 Indonesia menempati ranking ke dua sebagai the most developed country in islamic finance.
baca juga : Gubernur Edy Rahmayadi Hadiri Wisuda Institut Kesehatan Deli Husada
Kemudian Indonesia menempati ranking keempat di Global Islamic Indicator 2020/2021, dan peringkat keenam di kategori keuangan syariah. Ini indikator bahwa kita bisa ke depan lebih baik lagi di pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah.
“Kita bisa menjadi kelas dunia mengalahkan negara-negara lain,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Webinar Sharia Economic Outlook Ekonomi Syariah Indonesia 2021, Selasa (19/1/2021).
Ada empat hal yang harus dilakukan pelaku industri keuangan serta perbankan syariah agar mampu membawa Indonesia menjadi negara terdepan dalam penerapan ekonomi dan keuangan syariah.
Pertama, harus ada upaya bersama agar market share keuangan syariah di Indonesia bisa tumbuh hingga target sebesar 20 persen.
Kedua, inklusi dan literasi keuangan syariah harus ditingkatkan. Ketiga, pelaku industri keuangan syariah harus menghadirkan lebih banyak lagi produk berbasis syariah.
Terakhir, penggunaan teknologi serta SDM yang tangguh untuk menghadirkan akses layanan keuangan syariah yang masif, luas, murah dan akurat.
“Kami sambut baik rencana Kementerian BUMN menggabungkan tiga bank syariah yang dimiliki kementerian. Ini akan menjadi pengungkit dan benchmark baik dari segi produk, inovasi, akses masyarakat, SDM, dan menjadi role model, bahkan bukan hanya di Indonesia, tapi juga level regional dan global,” ujarnya.
Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN Nawal Nely mengatakan, PT Bank Syariah Indonesia Tbk., sebagai entitas hasil merger tiga bank syariah milik negara bisa membantu mempercepat perwujudan multiplier effect bagi ekonomi nasional.
Melalui merger, diharapkan skala cakupan dan layanan perbankan syariah bisa semakin menjangkau masyarakat. Apalagi, nantinya Bank Syariah Indonesia akan beroperasi dengan mengandalkan keberadaan 1.200 cabang dan 20 ribu lebih pekerja yang tersebar di seluruh Tanah Air.
“Diharapkan dalam peta perbankan di Indonesia BSI akan menduduki ranking 7 atau 8 berdasarkan skala asetnya. Secara global, Bank Syariah Indonesia akan menjadi satu dari top 10 global bank yang islamic.
Kemudian efisiensi biaya terhadap pendapatan secara kolektif, normally akan membaik jika skala aset perbankan syariah ini disatukan. Harapannya adanya konsolidasi, rasio biaya terhadap pendapatan ini bisa menurun ke 45 persen hingga 50 persen,” ujar Nawal Nely.
Kementerian BUMN berharap proses konsolidasi Bank Syariah Indonesia sepanjang 2021 berjalan lancar. “It’s a journey and it’s important.
Di masa sekarang memang seharusnya konsolidasi dilakukan untuk memperkuat posisi masing-masing player di perbankan, agar bisa menjaga relevansi product offering ke nasabah maupun menjaga governance dari implementasi ekspansi BSI,” tambahnya.
Fasilitator Ekosistem Ekonomi Syariah
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana berharap, ke depannya Bank Syariah Indonesia dapat memfasilitasi seluruh kebutuhan pelaku industri di ekosistem ekonomi syariah.
Selain itu, bank hasil merger ini diharap membantu peningkatan share asset perbankan syariah yang kini berada di angka 6,51 persen dibanding total aset perbankan nasional.
“Kami lihat tantangan dalam jangka pendek adalah bagaimana perbankan kita bisa melakukan pemulihan sektor rill dan konsolidasi bisnis untuk mengatasi pandemi. Kami juga akan address supaya nanti perbankan mempunyai daya tahan untuk menyerap cadangan sebagai dampak dari restrukturisasi kredit yang masih berlangsung. Kemudian perbankan digital tidak boleh kita abaikan karena nasabah maunya perbankan kita melakukan transaksi dengan digital,” ujar Heru.
baca juga : https://siberindo.co/19/01/2021/pintu-surga-dibuka-dengan-harga-rp200-juta/
OJK memiliki Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025 sebagai panduan pelaku perbankan dalam menjawab tantangan zaman. Berdasarkan peta jalan ini, perbankan syariah diharap ke depannya bisa menjadi katalis pertumbuhan ekonomi.
Menurut Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo, empat fokus pengembangan ekonomi syariah telah ada dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024, yakni pengembangan industri halal, keuangan, dana sosial, dan perluasan kegiatan usaha syariah.
“Potensi perbankan syariah ini memang jangka menengah-panjang. Pada level menengah harus mengambil zakat yang kuat untuk masyarakat keluar dari garis kemiskinan. Pemanfaatan wakaf juga diperkirakan memiliki potensi besar. Berbagai upaya muncul untuk pengembangan wakaf,” ujar Ventje.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Senior Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah UI Banjaran Surya Indrastomo berkata perbankan syariah bisa menjadi pusat pertumbuhan dengan berbagai inisiatif yang sudah ada. Perbankan syariah juga diharap turut mempromosikan research & development di bidang keuangan melalui investasi ke lembaga riset.
“Selama ini OJK dan BI sudah sangat luar biasa untuk mendorong R&D, mungkin Bank Syariah Indonesia bolehlah memiliki lembaga penelitian independen sendiri atau memberi dukungan terhadap R&D. Lalu, tugas besar Bank Syariah Indonesia untuk bisa menarik likuiditas yang besar dari Timur Tengah dengan aksi korporasi seperti pembukaan cabang/representative office atau menjadi salah satu backbone untuk mendukung sukuk insurance sampai Dubai sehingga dana yang abandon di sana mampu mendorong perekonomian Indonesia,” ujar Banjaran.
Ketua Project Management Office (PMO) Integrasi dan Peningkatan Nilai Bank Syariah BUMN, Hery Gunardi berkata, integrasi tiga bank syariah milik BUMN merupakan wujud inisiatif pemerintah untuk membangkitkan industri syariah, yang selama ini dianggap sebagai raksasa tidur.
Dengan nilai aset yang mencapai sekitar Rp240 triliun dan melayani lebih dari 14,9 juta nasabah, Bank Syariah Indonesia akan berupaya menjawab berbagai tantangan pengembangan ekonomi dan industri keuangan syariah.
“Infrastruktur ini bisa menjawab tantangan yang dihadapi perbankan Syariah, antara lain kita harus bisa mmeperkuat daya saing perbankan syariah di industri. Dari sisi produk, kita mesti punya produk yang lebih variatif dengan kombinasi kapabilitas tiga bank yang membawa kelebihannya masing-masing. Kami juga akan mendorong capability technology system karena kami sadar bahwa bank ini ke depan harus punya kemampuan digital yang lebih baik daripada sekarang,” ujar Hery.
Bank Syariah Indonesia diprediksi mampu mewujudkan visi menjadi pemain global dan pemain utama di industri perbankan syariah dunia dalam kurun 3-4 tahun mendatang. Visi ini bisa terwujud dengan pelayanan Bank Syariah Indonesia yang akan fokus di segmen UMKM, ritel, konsumer, dipadu kemampuan mengelola nasabah wholesale yang baik.
Bank Syariah Indonesia digadang memiliki total aset hingga Rp239 triliun dengan modal inti lebih dari Rp20,4 triliun. Selain memiliki fundamental yang kuat, Bank Syariah Indonesia juga memiliki beragam produk untuk ditawarkan kepada masyarakat, baik di segmen ritel, UMKM, serta korporasi. Didukung oleh kemampuan teknologi terbaik, Bank Syariah Indonesia berkomitmen menyediakan pengalaman perbankan digital terbaik bagi pelanggan.
Layanan Bank Syariah Indonesia akan didukung jaringan yang luas, dengan operasional lebih dari 1.200 cabang untuk melayani masyarakat di seluruh daerah. (intipos/red)