Cegah Stunting di Sumut, Rp 425,606 M Dana Desa Digelontorkan
3 min readMEDAN | Intipos.com –Dana desa dan kelurahan sebesar Rp 425,606 miliar dapat digunakan sebagai salah satu sarana percepatan penurunan stunting di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tahun 2022-2023. Sejumlah anggaran tersebut dapat digunakan untuk pemberian makanan tambahan (PMT), pembangunan jamban layak dan air bersih, pendayagunaan posyandu, pembelian antropometri dan lain sebagainya.
“Mulai dari level nasional, sudah ada Peraturan Menteri Desa PDTT No. 8 tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2023, sudah terbit pula Surat Keputusan Gubernur Provinsi Sumatera Utara No. 900/14477 tentang Peggunaan Dana Desa tahun 2023 untuk Penurunan Angka Stunting di Provinsi Sumatera Utara, jadi tidak ada lagi alasan bagi desa tidak mempunyai anggaran untuk melaksanakan percepatan penurunan stunting. Dana Desa dan Kelurahan sebesar Rp 425,606 miliar di tahun 2022 dan 2023 itu dapat digunakan sebagai salah satu upaya percepatan penurunan stunting di Sumut,” kata Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, Rabu (3/8).
Seperti diketahui bahwa pemerintah telah menetapkan stunting sebagai isu prioritas nasional dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan target penurunan yang signifikan. Dalam upaya pencapaian target telah ditetapkan sasaran dan strategi nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting yang mana BKKBN ditunjuk sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting dan juga RAN PASTI.
Provinsi Sumut termasuk dalam 12 provinsi prioritas dalam percepatan penurunan stunting melalui keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. KEP.101/M.PPN/HK/06/2022.
Sementara Kepala Perwakilan Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumut Munawar Ibrahim, menerangkan stunting merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia unggul. Saat ini keluarga berisiko stunting (KRS) di Sumut berdasarkan data verval tahun 2022 tercatat 791.390.
Sehingga pencegahan stunting pada anak dapat dilakukan sejak dini seperti pendampingan remaja, calon pengantin (catin), ibu memeriksa kehamilannya secara rutin ke pusat-pusat layanan kesehatan selama 6x selama masa kehamilannya, memperhatikan nutrisi sejak dalam kandungan, pemberian ASI eksklusif dan imunisasi, memperhatikan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan anak (HPK), pola asuh orangtua, serta jamban layak dan ketersediaan air bersih.
Sebanyak 30.969 tim pendamping keluarga (TPK) untuk percepatan penurunan stunting di 6.251 desa yang ada di 33 kabupaten/kota. Sumut juga mempunyai 893 orang penyuluh keluarga berencana (PKB), PPKBD dan sub-PPKBD yang tersebar di kecamatan dan desa serta kelurahan.
“Melakukan penyuluhan dan penggerakan dengan membentuk dan membekali kader-kader di setiap desa dan kelurahan agar implementasi percepatanan penurunan stunting terlaksana dengan cepat,” ujarnya.
Adapun unsur dalam Tim TPK terdiri dari Kader PKK, kader KB, dan tenaga kesehatan (bidan dan atau perawat). Sementara PKB adalah pegawai BKKBN Pusat yang ditempatkan di organisasi perangkat daerah (OPD) KB di setiap kabupaten/kota.
Munawar Ibrahim menerangkan tugas mereka adalah melakukan KIE (komunikasi, informasi dan eduksi) terkait keluarga berencana dan pembangunan keluarga juga tentang stunting. Misalkan ada calon pengantin, maka petugas akan memberikan edukasi dan tindakan dini seperti mengukur lingkar lengan, lalu mengedukasi tentang makanan bergizi, menjaga kebersihan lingkungan, sanitasi dan sebagainya.
Kemudian tupoksi lain dari TPK adalah melakukan surveilans, memfasilitasi layanan rujukan, memfasilitasi bantuan sosial seperti penyaluran bantuan dari dinas ketahanan pangan yang bekerjasama dengan PT. POS Indonesia terkait pendistribusian ayam dan telur. Tim inilah yang memfasilitasi bantuan tersebut supaya bantuan tersebut diberikan sesuai dan tepat sasaran kepada Keluarga Berisiko Stunting (KRS) sesuai data verval22 yang dirilis oleh BKKBN.
Sehingga, lanjutnya, Sumut harapannya dapat menekan prevalensi stunting menjadi 18% pada tahun 2023 dan 14% di tahun 2024. Seperti diketahui berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka prevalensi stunting di Sumut berhasil turun 4,7%, yaitu 21,1% di tahun 2022 dari yang sebelumnya 25,8% di tahun 2021. “Mari kita terus bersama-sama perangi stunting,” pungkasnya. (RR)