Berdalih Religius, Korban Desak Horas Sianturi Kembalikan Aset Penggelapan
3 min readSiantar | Intipos.com – Mariana, korban penggelapan kembali datangi Polres Siantar didampingi kuasa hukumnya Romy Tampubolon SH guna menindaklanjuti laporan yang dilayangkan kepada Horas Sianturi, soal dugaan penggelapan aset berupa sertifikat SHM dan SHGB, Rabu (12/10/2022) Jam 16.30 Wib.
Mariana melaporkan Horas Sianturi ke Polres Siantar dan Polres Simalungun lantaran terlibat dugaan penggelapan surat-surat berharga. Teranyar, Mariana diketahui menyerahkan sertifikat aset miliknya kepada Horas Sianturi (Terlapor) dengan tujuan untuk dijual.
“Awalnya kakak saya Marwati Salim memakai jasa Horas Sianturi itu sebagai pengacaranya dan memberikan surat kuasa penjualan. Setelah kami berdamai dia ngotot minta jatah 20% dari hasil penjualan,” Sebut Mariana ketika ditemui setelah keluar dari kantor Sat Reskrim Polres Siantar bersama pengacaranya.
Dijelaskannya, sebelum pemberian sertifikat itu, terlapor yang juga dikenal sebagai Pendeta itu membujuk korban secara religius agar mau memberikan sertifikat aset dan berjanji akan menyelesaikan amanah sesuai dengan yang telah disepakati.
“Saya menyerahkan semua sertifikat itu melalui kakak saya, lalu diberikan kepada Horas Sianturi. Setelah itu saya tidak tau lagi, urusan merekalah itu,” sebut Mariana berwajah sedih.
Setelah serangkaian peristiwa, kakak beradik itu mencoba meminta secara baik-baik sertifikat yang pernah diberikan kepada Horas Sianturi namun tidak ada itikad baik untuk mengembalikan. Dari total lima sertifikat dua diantaranya masih ditangan Horas Sianturi.
“Oleh karena itu kami melaporkan Horas Sianturi ke Polres Siantar dengan pasal 372 KUHPidana tentang penggelapan terhadap surat. Yang mana surat tersebut adalah sertifikat SHM nomor 520 Ruko di Jalan Cokroaminoto, Siantar, dan SHGB nomor 4 tentang penjualan rangka besi padat diatas objek tanah di Kelurahan Sianksak, Simalungun,” timpal pengacara Romy Tampubolon menambahi.
“Yang diberikan kepada terlapor itu merupakan surat kuasa jual, tapi sebelum item itu terjual dia sudah menuntut hasilnya. Padahal surat kuasa itu sudah dipegang dia selama dua tahun dan tidak terjual, bagaimana menuntut hasil kalau barang belum terjual. Apesnya, yang dijual dia kerangka besi itu dan hasilnya tidak dilaporkan kepada ahli waris,” katanya.
Disebutkannya, sekalipun dia advokat kalau sudah melanggar hukum yang telah ditetapkan maka sesuai hukum ia harus diadili dan diberikan sanksi. Memang Horas Sianturi pernah sekali layangkan surat perdamaian (tanpa bertemu) dan isi surat perdamaian itu dianggap merugikan klien kami sehingga kami tolak suratnya.
“Dari total keseluruhan kerugian ditaksir miliaran rupiah karena ada dua sertifikat yang digelapkannya. Dan hasil penjualannya tidak pernah dilaporkan kepada klien kami ini dan diapun (terlapor) menjual itu tanpa permisi, padahal klien kami sudah membayar jasa lawyernya sebesar Rp. 135.000,000,-” beber Sekjen KAI Kota Medan itu.
Selain melaporkan Horas Sianturi secara pidana, Romy juga melayangkan tuntutan kepada dewan kehormatan Kongres Advokat Indonesia (KAI) tentang kode etik profesi. Sesuai dengan keputusan dewan kehormatan yang tercantum dalam putusan nomor 01/P-KAI.SU/IV/2022 tertanggal 23 September 2022 menyatakan bahwa terlapor Horas Sianturi, terbukti secara sah bersalah melanggar kode etik profesi advokat bahkan mengarah ke pidana.
“Artinya, perbuatan penggelapan tersebut murni perbuatan tindak pidana. Dengan itu dewan kehormatan KAI tidak dapat menganulir lagi dan mengarahkan tuntutan ini diserahkan ke peradilan umum untuk di proses lebih lanjut karena ranah pidana bukan wewenang dewan kehormatan,” terang Romy seraya memperlihatkan surat hasil putusan.
Didalam surat putusan itu Horas Sianturi juga diberikan sanksi pelanggaran kode etik advokat sesuai dengan pasal 6 huruf d, e dan f undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat Jo. pasal 2 dan pasal 3 ayat 7 surat keputusan Kongres Advokat Indonesia nomor 08/KAI-I/V/2008 tanggal 30 Mei 2008 tentang kode etik Advokat Indonesia.
“Menghukum teradu (Horas Sianturi) dengan hukuman pemberhentian sementara dari Profesi Advokat baik di dalam maupun di luar Pengadilan selama 10 bulan. Menghukum teradu untuk membayar biaya pemeriksaan perkara pelanggaran kode etik Advokat sebesar Rp. 5 juta. Menolak tuntutan selain dan sebaliknya,” ucap Romy membacakan hasil putusan.
Sementara, Horas Sianturi menanggapi tudingan yang ditujukan kepada dirinya menyebutkan bahwa ia sudah melakukan sesuai prosedur.
“Artinya, itu pemberian kuasa penjualanan oleh mantan klien saya si Marwati Salim merupakan nota notaris bukan nota advokat, dan ada payung hukumnya yang sudah legal,” sebutnya lewat sambungan telepon, Kamis (13/10/2022) Jam 13.15 Wib.
Kendati demikian, pihak Horas Sianturi melaporkan balik pihak mantan kliennya itu atas dugaan pencemaran nama baik.
“Hanya sebatas itu yang bisa ku sampaikan, mereka kan hanya menerangkan dua sertifikat yang belum saya kembalikan dan tidak menerangkan secara spesifik sertifikat apa itu. Kalau mau bukti saya bisa tunjukkan buktinya bahwa saya sudah mengembalikan beberapa sertifikat tersebut,” tegasnya.